Komnas Perempuan: Rawat Ingatan Tragedi Mei 98, Cegah Keberulangan Tragedi Kekerasan Seksual 

Tragedi Mei 1998 merupakan pelanggaran berat kemanusiaan. Peristiwa ini tercatat sebagai aib bagi kemanusiaan, bangsa dan negara Indonesia. Tim Gabungan Pencari Fakta yang dibentuk pemerintah Indonesia telah mengonfirmasi bahwa telah terjadi 85 tindak kekerasan seksual massal terhadap perempuan Tionghoa.

Lalu 52 kasus di antaranya adalah pemerkosaan yang dilakukan secara berkelompok (gang rape). Trauma akut yang dialami perempuan perempuan korban dan keluarganya membuat bungkam. Kini, 24 tahun sudah Tragedi Mei 1998 berlalu. Namun pertanggungjawaban negara atas tragedi tersebut masih belum juga terwujud. Khususnya pemenuhan hak hak perempuan korban baik penanganan maupun pemulihan yang komprehensif.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang didirikan atas tuntutan pemenuhan hak hak perempuan korban kekerasan seksual Tragedi Mei 1998 dan kekerasan seksual umumnya, melawan lupa dengan mencatat adanya pertautan antara diskriminasi berbasis gender dan rasisme dalam tindak kekerasan seksual pada Tragedi Mei 1998. Komnas Perempuan melakukan pemantauan pada tindak kekerasan terhadap perempuan.

Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan (CATAHU) 2022, jumlah kasus kekerasan seksual di Indonesia sebanyak 2.363 kasus. Pemerkosaan di urutan tertinggi yakni 597 kasus atau 25 % . Persatuan Bangsa bangsa menyatakan bahwa pemerkosaan merupakan pelanggaran HAM yang meluas dan sistematis yang terjadi di banyak negara. Komnas Perempuan mencatat, kekerasan seksual juga digunakan sebagai salah cara untuk meneror dan menciptakan ketakutan massal.

Di sisi lain, pengesahan UU TPKS pada 12 April 2022 oleh DPR dan telah ditandatangani Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Pengesahan UU TPKS merupakan bentuk maklumat bahwa Indonesia memproklamirkan diri sebagai negara yang berkomitmen. Menghapus segala bentuk kekerasan seksual dan berupaya menjamin memutus keberulangan. Komnas Perempuan mengapresiasi berbagai bentuk merawat ingatan publik akan Tragedi Mei 98 yang setiap tahun.

Pada 2022 Komnas Perempuan bekerjasama dengan berbagai organisasi masyarakat sipil menyelenggerakan serangkaian kegiatan untuk merawat ingatan Tragedi Mei 98. Di antaranya bersama dengan Perkumpulan Boen Hian Tong atau Rasa Dharma, LBH APIK Semarang dan Universitas Ciputra. Mengadakan Ritual Rujak Pare Sambal Kecombrang pada 12 Mei 1998. Ritual Rujak Pare digagas Harjanto Halim dari Ketua Perkumpulan Boen Hian Tong pada 2008. Perkumpulan Beon Hian Tong juga membuat sinci (prasasti) terhadap Ita Martadinata.

Seorang perempuan pembela HAM yang wafat karena melakukan pendampingan dan berjuang terhadap korban Mei 98. Peletakan sinci ini mensejajarkan Ita Martadinata dengan leluhur Perkumpulan Boen Hian Tong. Kegiatan lain juga akan dilakukan di Medan yang tapak tilas dan jejak memorial Tragedi Mei 98. Komnas Perempuan juga menyoroti kondisi para korban pelanggaran HAM yang semakin lansia. Sebagian besar dari mereka telah berpulang tanpa mendapatkan keadilan atas pelanggaran HAM yang telah merenggut masa muda dan masa depannya.

"Komnas Perempuan mendorong pemerintah untuk memberi perhatian khusus terhadap mereka. Terutama dalam memberikan layanan kesehatan fisik dan psikis. Serta bantuan ekonomi yang amat dibutuhkan dalam menjalani masa tua," papar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangan resmi, Jumat (13/5/2022). Dalam rangka peringatan 24 tahun Tragedi Mei 98, Komnas Perempuan menyampaikan pernyataan sebagai berikut. Pertama, presiden Republik Indonesia melanjutkan dan atau melakukan berbagai upaya konkrit dalam penyelesaian persoalan pelanggaran HAM masa lalu. Termasuk yang berkaitan Tragedi Mei ‘98.

Termasuk mempertimbangkan temuan TGPF ‘98 atas peristiwa Kekerasan Seksual yang telah terjadi dan melakukan upaya pemulihan terhadap korban dan keluarganya. Kedua, mengapresiasi DPR dan Pemerintah Republik Indonesia yang telah mengesahkan UU No.12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dan berharap agar pemerintah segera mengeluarkan aturan turunan UU TPKS tersebut. Ketiga, meminta Kementerian Dalam Negeri agar mendorong pemerintah daerah tempat Tragedi Mei 98 terjadi untuk melakukan memorialisasi merawat ingatan.

Serta memastikan ketidakberulangan peristiwa Mei 98 dan mengeluarkan kebijakan pemenuhan hak hak perempuan korban kekerasan seksual sebagai pelanggaran HAM masa lalu. Keempat, Kementerian Kesehatan agar mengeluarkan kebijakan khusus untuk akses layanan kesehatan yang layak bagi para korban pelanggaran HAM masa lalu di daerah daerah. Kelima, Kementerian Sosial agar memberikan bantuan sosial yang dibutuhkan sehari hari oleh korban pelanggaran HAM masa lalu.

Keenam, mengapresiasi dan mengajak organisasi masyarakat sipil dan warganet. Bersama sama melakukan kampanye merawat ingatan dan memastikan ketidakberulangan Tragedi Mei 98.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *